Semoga kisah ini bisa menyadarkan kita betapa pentingnya arti dari sebuah keluarga dan perhatian terhadap keluarga itu yang utama.
Hari itu, sepulang kerja aku mendapati rumahku kosong, tanpa istriku, tanpa putriku.
Aku penasaran mereka pergi kemana, namun karena sangat lelah, aku pun langsung masuk ke kamar.
Sebuah kertas bertuliskan kata - kata, membuat terbungkam, isinya adalah surat pengajuan perceraian.
Dulu kalau kita cekcok, yang terjadi palingan adalah aku dicuekin habis - habisan, atau dia akan pulang ke rumah orangtuanya.
Tak pernah sekalipun dia mengajukan perceraian, tapi kali ini dalam surat pengajuan perceraian ini, dia menuliskan,"Hari ini putrimu menangis karena kamu ingkar janjimu untuk hadir di acara sekolahnya. Dia tampil menawan, namun wajahnya penuh dengan air mata. Itu kan yang kamu mau?"
Aku berpikir, aku bekerja keras juga semuanya demi keluarga.
Keberhasilanku juga adalah keberhasilan mereka. Kebanggaanku akan jadi kebanggaan mereka, tapi kenapa semua berakhir seperti ini?
Keesokan harinya, aku sudah tak bersemangat kerja, aku pulang ke rumah papa mama.
Mereka kaget,"Kamu sesibuk itu masih sempat pulang? Ada apa!? Berantem sama istrimu?" Wajahku langsung merah karena aku malu, aku baru sadar, segitu sedikitkah waktuku untuk keluarga?
Karna mendadak, papa sibuk ke pasar beli sayur, dan mama menemani aku ngobrol di rumah.
Ngobrol tak berapa lama, papa telepon,"Ma, aku lupa bilang kalau di atas rak ada teh madu, itu diminum sekarang biar enak."
Setelah telepon ditutup, aku pun minum teh madu yang papa bilang tadi. Gak lewat 20 menit, papa telepon lagi,"Eh biaya air rumah belum bayar tuh, tuh nomor bill-nya kasih aku ya biar bisa aku bayar."
Terus mama pun kasih sambil tertawa bilang,"Papa kamu tuh ya, kalau keluar rumah 1 jam itu bisa telepon 10an kali. Itu gajinya itu dikasih ke perusahaan telepon semua"
Gak berapa lama mama bilang kalimat itu, papa telepon lagi,"Ma, itu lho ikan yang mama suka. Aku beli 3 ekor ya! Nanti mama coba resep baru aku ya!"
Selama 20 menit, papa sudah telepon 3 kali dan aku rasa hal itu gak sepenting itu sampai harus telepon. Aku omelin mama,"Kenapa sih telepon habisin pulsa? Kan bisa itu diomongin waktu pulang nanti!"
Mamaku hanya tersenyum. Dia pukul tanganku dan berkata,"Nak, papa kamu itu bukan kepo, bukan mau habisin duit, bukan kurang kerjaan. Bearti kamu gak ngerti, di hati papamu siapa yang tahu? Tapi kamu bisa rasakan bukan kalau hati papa kamu ada di rumah ini? Papa kamu tahu kalau mama suka ngobrol dan karena papa kamu menjadikan mama nomor 1 dihatinya, makanya setiap waktu kosong, dia akan telepon pulang ke rumah, ngobrol dengan mama. Itu semua karena hatinya ada di keluarga, dan keluarga ada dihatinya."
Aku sadar, aku menangis... Aku tahu aku salah...
Selama ini aku berpikir, dengan uang yang cukup, mungkin keluargaku bakal makmur, senang, sehingga hari - hariku aku habiskan dengan bekerja di luar, tak ada waktu sedikit pun untuk keluargaku.
Putriku yang 6 tahun selalu merengek minta ditemanin ke kebun binatang, ke taman rekreasi, namun jawabanku hanya menjadi janji - janji manis belaka.
Aku pergi ke rumah mertuaku, aku memohon dia agar memaafkan aku. Aku merengek meminta mereka pulang sampai - sampai mertuaku tak tega, meminta putrinya berbicara 4 mata denganku di kamarnya.
Aku mohon kepada istriku untuk memaafkan aku,"Sayang, maafkan aku. Aku tahu aku salah, aku salah karena berpikir keluarga kita bisa bahagia dengan mencukupkan kalian uang, aku salah. Aku tahu aku harus taruh hatiku di rumah, aku tak boleh bekerja keterlaluan seperti itu, aku mohon, rumah tanpa kamu dan si kecil itu gak ada artinya. Aku berjanji aku akan berubah, aku sadar aku salah!"
Istriku tak berkata apa - apa. Dia hanya berjalan ke arahku, tenggelam dan pelukanku dan menangis sedu dan menganggukan kepalanya tanda setuju untuk memulai keluarga baruku ini.
Kesibukan, itu bukanlah alasan untuk meninggalkan keluargamu.
Hatiku, jiwamu, harus ada di rumah.
Untuk apa kamu? Untuk hidup...
Untuk apa kamu kamu bekerja? Untuk bisa beli makanan untuk melanjutkan kehidupan.
Coba lihat, kamu bekerja untuk melanjutkan kehidupan bukan? Bukan untuk membahagiakan keluargamu.
Keluarga, dibahagiakan dengan kehadiranmu, cintamu.
Rajin bekerja baik, tapi jika harus membuang waktu keluargamu, itu bukanlah rajin bekerja, melainkan hanya menjadi robot yang tak berhati.
Aku sudah mengalaminya, jangan terulang di kehidupanmu.
Luangkan waktumu dengan keluargamu, berikanlah cintamu kepada mereka.
semoga kisah ini memberi manfaat..