Lin Jing-Yun adalah seorang anak perempuan kecil berumur 5 tahun, yang harus selalu menunduk tak berdaya ketika dia disiksa.
"Kamu mengganggu banget. Tahu nggak sih kalo mukamu tuh nggak enak diliat? Nyusahin aja. Pergi sana!" Kata-kata ini selalu didengar oleh Jing-Yun setiap hari dari mama tirinya. Kehidupannya sebelum mama tirinya datang, mungkin bisa dibilang jauh lebih baik...
Mama kandung Jing-Yun tubuhnya memang tidak terlalu kuat. Dia meninggal setelah melahirkan Jing-Yun. Darah yang terhilang terlalu banyak dan kondisi tubuh yang terus memburuk setelah melahirkan membuat Jing-Yun harus lahir tanpa pernah tinggal dengan mamanya. Papanya selalu bekerja diluar kota dan jarang pulang ke rumah untuk bekerja dan memenuhi kebutuhan keluarga. Karena itu Jing-Yun dititipkan di rumah neneknya yang juga sudah tua.
Suatu hari di usia Jing-Yun yang ke-4, neneknya meninggal karena sakit. Saat ini ayahnya kemudian membawa seorang wanita berumur 30an ke rumahnya, menjadi mama tiri Jing-Yun. Bukannya semakin terjaga, kehidupan Jing-Yun semakin terpuruk. Dia sering dipukuli dan disiksa oleh mama tirinya. Seiring dengan dinas papanya yang semakin sering, penderitaan ini semakin menjadi-jadi.
Jing-Yun sering dipaksa menjadi pembantu di rumahnya sendiri. Tidak hanya itu, dia juga sering disiksa oleh mama tirinya sendiri. Tidak sedikit bekas luka yang ada di tubuh Jing-Yun. Dia sering harus menahan sakit dan menangis tersedu-sedu di ruangan kecil tempat dia dikurung. Tidak ada cahaya dan tidak ada makanan, Jing-Yun harus bertahan dibawah tekanan yang sangat tinggi. Mama tirinya tidak peduli dan dia hanya menonton TV, menikmati hidup, sementara anak tirinya menderita di ruangan kecil itu seharian.
Kemudian demi menyenangkan hati suami dan keluarga suaminya, si mama tiri kemudian hamil. Sukacita yang ada di keluarga sedikit banyak membuat mereka lupa akan Jing-Yun. Hari demi hari, Jing-Yun semakin menderita tanpa ada seorang pun yang tahu akan keadaannya. Sampai suatu hari, Jing-Yun mengumpulkan semua kesedihan dan penderitaan yang dia alami seumur hidupnya dan mengakhiri hidupnya sendiri. Ketika dia ditemukan, tangannya yang sudah memutih ditutupi dengan darah yang mengucur. Semua orang kaget, mata kecilnya tampak seperti menatap kedua orangtuanya...
Di malam yang sangat dingin saat Jing-Yun ditemukan, mereka semua kaget. Sukacita yang tadinya ada diantara keluarga tiba-tiba hilang. Darah segar yang mengucur dari anak kecil itu membuat si papa menyesal seumur hidup, "Maafkan papa... Maafkan papa..." Tidak hanya itu, shock yang terkumpul di saat itu membuat mama tiri terkaget-kaget dan melahirkan di tempat. Mereka jauh lebih kaget lagi saat melihat adanya tanda lahir yang sama persis antara anak yang baru lahir dengan Jing-Yun. Mama tiri pun langsung pingsan setelah melihat hal ini.
Di hari-hari berikutnya, mama tiri Jing-Yun terus mengungkapkan, "Maaf. Maaf. Maaf." Para dokter memeriksa keadaannya dan dia dinyatakan sakit jiwa. Kejadian ini membuat papa dari Jing-Yun bertekad berhenti dari pekerjaannya dan lebih banyak menghabiskan waktu di rumah dengan keluarga, menjaga anak yang ada di pelukannya, berjanji kalau kesalahan yang sama tidak lagi akan terjadi.
Source: Post