Terungkap, Inilah Penjelasan Ilmiah Mengapa Harga Barang Bermerek Lebih Mahal

Berapakah harga sepasang sepatu yang menurut kamu wajar? Rp 200 ribu, Rp 500 ribu, atau Rp 1 juta? Beragam produk yang kerap kita pakai pasti memiliki variasi harga tersendiri. Tak jarang dalam menentukan murah atau mahalnya harga suatu produk, kita pun pasti akan melihat label merek yang tertera di bagan produk tersebut. Semakin terkenal merek tersebut, kita cenderung semakin memaklumi jika harganya mahal.


Tapi, jika dipikir-pikir kembali, sebenarnya apa yang membuat barang dengan merek terkenal, khususnya brand internasional bisa lebih mahal ya? Mengapa ketika kita beli pakaian atau sepatu branded biasanya harga yang dipatok lebih tinggi dibandingkan produk lokal? Ternyata ada jawabannya.
Tingginya harga produk bermerek terjadi melalui metode standarisasi harga yang dikenal dengan istilah “Keystone Markup”.

Keystone markup terbilang sering diterapkan oleh berbagai perusahaan brand terutama yang dari brand ternama. Metode ini diterapkan dengan melipatgandakan biaya produksi yang bisa mencapai 50 hingga 100 persen. Tidak semata-mata untuk mencari keuntungan, dilansir dari Forbes, metode ini dianggap paling mudah untuk mematok harga suatu produk yang bisa berlaku secara universal di berbagai tempat.
Biasanya, keystone markup diterapkan melalui dua tahapan. Tahap pertama yaitu penetapan harga ke retailer, dan yang kedua adalah penetapan harga ke konsumen.

Misalnya dalam industri fashion. Industri fashion secara umum dibagi ke dalam dua segmen, yaitu brand dan retailer. Brand akan lebih fokus kepada desain dan produksi, sementara retailer yang nantinya mengelola persedian produk yang dijual ke konsumen.

Sebelum suatu produk sampai ke tangan konsumen, brand akan terlebih dahulu menjual produknya ke retailer. Dalam tahap ini brand sudah melipatgandakan harga produksinya yang biasanya sebanyak dua kali. Lalu, ketika retailer mendapatkan produknya, sebelum dijual ke konsumen dia akan melipatgandakan lagi produknya sebanyak dua kali. Proses ini tentunya diiringi dengan berbagai analisis, seperti analisis pasar untuk meninjau tingkat persaingan juga menentukan produk dari brand lain yang menjadi kompetitor, dan juga analisis untuk menghitung total biaya produksi yang akan ditetapkan oleh brand tersebut.

Contohnya produk sepatu dari brand X (bukan nama sebenarnya). Brand X memproduksi sepatu dengan biaya produksi sebesar Rp 50 ribu, kemudian biaya produksi tersebut dilipatgandakan menjadi Rp 100 ribu ketika akan dibeli oleh retailer. Setelah itu, retailer melipatgandakannya lagi menjadi Rp 200 ribu. Akhirnya, konsumen membeli sepatu tersebut dengan harga Rp 200 ribu.

Mungkin, jika kamu memperhatikan baik-baik saat melihat obralan di sebuah toko, kamu bisa bertanya-tanya, bagaimana bisa tas dari harga Rp 500 ribu jadi cuma Rp 300 ribu atau bahkan lebih murah lagi. Potongan harga ini bisa dikatakan belum tentu merugikan pengecer juga brand yang menjual produk tersebut, karena harga tersebut sudah melalui metode Keystone Markup itu tadi. 
Harga yang tinggi bisa juga disebabkan faktor mahalnya harga bahan mentah untuk proses produksi.

Selain mahal, harga barang bermerek juga kerap mengalami kenaikan seiring waktu. Namun, bagi beberapa perusahaan, hal ini belum tentu dikarenakan motivasi untuk menambah keuntungan. Beberapa perusahaan mengaku harus menaikkan harga produknya lantaran biaya produksi yang meningkat, ditambah naiknya standard gaji pegawai. Namun lain cerita bagi produk dengan brand elit bagi kalangan atas. Beberapa pihak mengaku peningkatan harga bisa juga dilakukan demi memancing para konsumen yang dari kalangan jetset supaya tertarik membeli produk mereka, agar terciptanya citra eksklusif di barang tersebut.

Begitu lah kira-kira penjelasannya. Semoga setelah baca ini, kamu bisa belajar jadi pembeli pintar. Tapi jangan cuma harga dan merek saja yang diperhatikan, kualitas juga dong tentunya.

Sumber : https://business.idntimes.com/finance/putri-wahyudewi/ini-penjelasan-kenapa-harga-barang-branded-bisa-mahal-banget/full